Setelah kemarin saya menulis sinopsis nya, maka sekarang saya akan menulis resensi bukunya. Selamat membaca
Saat
Pembajakan Kian merajalela
Judul
Buku : Selamat Tinggal
Penulis
: Tere Liye
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Kota
Terbit : Jakarta
Tahun :
2021 cetakan ke 7
ISBN :
9786020647821
Isi :
360 hal; 20 cm
Jenis
Kertas : Bookpaper
Harga : Rp.85.000
Mengamati dunia perbukuan di Indonesia sangat menarik.
Saya memberi perhatian khusus terhadap
dunia buku karena setiap bulan selalu membeli koleksi untuk perpustakaan tempat
saya bekerja. Dalam memilih dan memilah buku yang akan dibeli, salah satu
pertimbangannya adalah buku tersebut orisinal atau tidak. Saya tidak suka membeli
buku bajakan, selain kualitasnya di bawah standar, merugikan penulis, penerbit
dan juga negara. Saat memegang buku ini, membaca secara skimming saya langsung tertarik untuk mengulasnya karena temanya
menarik buat saya. Buku ini termasuk jenis buku fiksi. Cerita ini layak dibaca
oleh semua orang dari level usia remaja ke atas. Buku ini menggambarkan
kegelisahan penulis akan maraknya pembajakan di Indonesia. Dikemas dalam sebuah
cerita yang ringan, buku ini layak untuk dibaca. Meskipun tema pembajakan
sepertinya akan memberikan kesan yang serius dan menakutkan, karena
bersinggungan dengan dunia kejahatan yang melawan hukum, tetapi penulis
mengemasnya dengan cerita yang menarik dan tidak menegangkan.
Tema yang diangkat adalah pembajakan dalam 3 cerita
besar yang dialami oleh 1 tokoh utama dan 3 tokoh lainnya. Namun, semua cerita
tersebut bermuara pada satu point
yaitu pembajakan walau dalam kasus dan jenis yang berbeda. Penulis pandai
membuat cerita sehingga satu sama lain saling terhubung. Alurnya maju mundur
khas penulisnya, dibumbui oleh kisah cinta yang penuh liku dan dramatis. Namun
demikian cerita ini tetap aman dan tidak
mengandung unsur pornografidilengkapi dengan untaian kata-kata yang menarik
khas penulisnya. Berbicara mengenai pembajakan, Dwi Susanto dosen Bahasa Indonesia UNS dalam kompas.com
tanggal 27 mei 2021 menyatakan bahwa sebenarnya pemerintah sudah melakukan
langkah dan upaya pencegahan. Undang-Undang No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
pasal 9 ayat 3 menyatakan bahwa :
“Setiap
Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan
Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan”.
Begitu pula dalam pasal 113 ayat 4 yang menyatakan
bahwa :
“Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).”
Menurut pandangan saya, pembajakan memang sangat merugikan baik itu untuk penulis, penerbit dan negara. Pembaca pun sebenarnya dirugikan karena menerima kualitas buku yang di bawah standar serta melanggar kode etik. Dari peraturan yang ada dapat terlihat bahwa sebenarnya pemerintah berupaya untuk melindungi para penulis buku dari pembajakan namun, sayangnya penerapan dan pelaksanaan aturannya belum sepenuhnya dilakukan. Menurut aturan penerbitan setiap buku yang terjual ada 5% hak penulis dari harga jual buku. Hal ini berlaku jika penjualan buku dilakukan oleh penerbit yang sah. Penjualan dilakukan di pasar gelap, maka royalti itu tidak akan pernah sampai pada penulis. Penerbit pun tidak akan mempunyai keuntungan. Begitu pun negara karena kehilangan pemasukan melalui sektor pajak. Betapa kejamnya efek pembajakan terhadap diri penulis dan keluarga digambarkan dalam buku ini di halaman 315 ketika sang tokoh utama, yaitu Sintong bertemu dengan Ratu seorang cucu dari penulis terkenal yaitu G.H, Subagja yang bukunya terjual jutaan eksmplar. Namun demikian dia hidup dalam kemiskinan dan meninggalkan keluarga yang miskin pula serta hidup dalam keprihatinan. Semua itu terjadi karena jutaan buku yang terjual adalah buku bajakan. Begitupun dalam pemalsuan barang, masalah ini pun telah dilakukan upaya preventif oleh pemerintah melalui Undang-Undang No 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG) pasal 100-102 namun sayangnya UU ini adalah delik aduan hingga jika tidak ada yang mengadukan maka tidak bisa diadili.
Bahasa yang ditulis di buku ini mudah dimengerti. Pilihan
huruf yang digunakan standar dengan
spasi yang tidak terlalu rapat sehingga nyaman ketika saya membacanya. Sudut
pandang yang digunakan adalah sudut pandang pengarang sebagai orang yang bercerita.
Setting cerita tergambarkan dengan jelas dan detail. Karakter tokoh-tokoh yang
ada di dalam buku tergambarkan dengan jelas. Sampul novel ini sesuai dengan
tema. Pada akhir halaman penulis menjelaskan secara terperinci ciri-ciri buku bajakan baik
dalam bentuk cetak dan ebook dan memberi
imbauan kepada para pembaca agar tidak membeli buku bajakan. Buku ini walaupun
agak tebal anda tidak akan bosan membacanya karena isinya menarik dan ceritanya
tidak membosankan. Alur cerita membuat penasaran para pembaca. Namun, sepertinya buku ini tidak begitu diharapkan
oleh para pelaku pembajakan khususnya pembajakan buku karena isinya benar-benar
memberi edukasi kepada pembaca mengenai betapa merugikannya pembajakan buku
bagi kehidupan para penulis dan merugikan negara.
Komentar
Posting Komentar