Aku buka buku bersampul biru, kertas putih bergaris, bertabur hiasan bunga mawar yang berwarna pink lembut. Walau hanya seulas namun meneduhkan mata kala melihatnya. Aroma wangi mawar yang menyeruak dari lembaran halaman yang kubuka semakin menambah betah aku membukanya. Buku ini sarat dengan kenangan. Kenangan manis antara aku dan kamu. Lima belas tahun bersama dalam sebuah pernikahan bukanlah waktu sebentar. Buku ini menjadi saksi perjalanan kisah awal pernikahan aku dan kamu. Kutengok di ujung meja sebelah kanan, tersimpan rapi sebuah balpoint dalam gelas putih yang sengaja aku alih fungsi sebagai tempat pensil dan pulpen. Balpoint itu berwarna abu abu, dengan bahan stainless bergaris ada namamu disana dengan huruf berwarna emas lengkap dengan gelar dan nama perusahaan tempatmu bekerja. Di ujung Balpoint itu ada sebuah tali kecil berwarna hitam tergantung pendek. Di ujung tali itu ada bandul kecil dan disana ada sebuah frame kecil di dalamnya ada fotoku. Kamu selalu bilang jika sedang bekerja pasti menggunakan balpoint tersebut. Balpoint yang ada fotoku katamu bisa membuat semangat bekerja sepanjang hari tidak pernah surut.
Aku beranjak dari kursi meja kerjamu kulangkahkan kaki menuju lemari baju. Sebuah lemari bercat pernis halus berwarna coklat tua. Lemari berbahan kayu jati yang kokoh, berukuran besar ada empat pintu. Masing-masing pintu ada 4 rak baju. Dua pintu lainnya gantungan baju. Kamu membeli lemari dengan ukuran khusus. Lemarinya tinggi, waktu itu kamu bilang agar baju-baju gamisku yang panjang tidak terlipat jika lemarinya tinggi. Ah kamuu...perhatian dan sayang sekali padaku. Mataku tertuju pada setelan jas hitam dengan dasi tuxedo berwarna putih. Kemeja putih lengan panjang terselip rapih di dalam jasmu. Aku ingat kamu memintaku untuk mendesain model jas yang akan kamu kenakan di hari pernikahan kita. Kamu selalu bilang, sayang ilmu desainmu jika tidak kumanfaatkan. Sambil tertawa lepas kau memandangku dengan tatapan yang paling teduh. Seteduh pohon beringin di ujung jalan komplek rumah kita.
Aku duduk di tepi ranjang, kutatap wajah cantik bayi satu tahun yang sedang tertidur lelap. Kulitnya putih sepertimu, hidungnya mancung juga sepertimu. Pipinya penuh persis seperti pipimu. Bayi kita panjang sepertimu yang tinggi tegap gagah dan selalu bisa menjadi sandaran yang utuh untukku. Bayi kita kamu namakan Gradiza Kirana. nama yang unik dan cantik. Katamu bayi kita cantik seperti mamanya. Ah kamu, bisa saja padahal jelas anak kita sempurna sepertimu. Gradiza adalah hadiah terbesar untuk kita berdua. Dia hadir setelah 13 tahun menanti. Menanti sang buah hati. Kamu selalu bilang , gak apa-apa jika memang Allah mentakdirkan kita hanya berdua sepanjang hidup, karena aku menikahimu bukan karena ingin anak namun aku menikahimu karena memang ingin hidup bersamamu. Hidupku lengkap jika berdua denganmu. Kalau Allah memberikan anak makin aku bahagia, namun jikapun tidak aku tetap bahagia. Karena bagiaku adalah kamu. Ah kamuuu, selalu membuatku tenang disaat saat dunia seputar kita memandang sinis karena aku belum mengandung. Kamu yang selalu meneduhkan dan menenangkan. Sekarang lihatlah, kamu lihat Gradiza tumbuh menjadi anak yang cerdas dan aktif juga cantik. Aku bahagia memilikinya.
Aku terperanjat kaget. Bunyi bel yang berdering mengagetkanku. Lamunanku buyar semua. Segera aku beranjak menuju pintu depan. Kubuka pintu, ah ternyata staff katering yang kusewa membawa nota yang harus aku bayar. Iya aku baru saja melaksanakan pengajian empat puluh hari nya kamu. Iya kamu..kamu yang sudah meninggalkan aku di saat ku merasa dunia dan hidupku sempurna. Setelah penantian selama 14 tahun akhirnya Allah beri seorang bayi untuk kita. Namun baru sesaat aku merasakan bahagia mendapatkan, aku harus merelakan untuk berduka kehilangan. Iya...aku kehilanganmu...kehilangan untuk selamanya. Tak berbilang sudah berapa liter air mataku tumpah membasahi bumi dan pusaramu. Kamu pergi meninggalkan ku sendiri.
Senja ini membawa kembali duka untukku. hari ini tepat empat puluh hari yang lalu kau pergi meninggalkanku setelah menanti 14 tahun yang kita nanti. Engkaupun pergi. Selamat jalan sayang. Aku harus kuat hidup walau tanpa mu.
Sukabumi, 20 Desember 2021
Hanya sebuah fiksi
Komentar
Posting Komentar