APA SIH TSUNDOKU ITU ?
Pernahkah kita mendengar istilah Tsundoku? Istilah ini mungkin bagi sebagian orang masih terdengar asing di telinga. Tsundoku biasa juga disebut sebagai virus Tsundoku. Tsundoku adalah kata yang berasal dari bahasa Jepang. Menurut beberapa sumber yang saya baca istilah tsundoku diartikan sebagai pola kebiasaan membeli atau memiliki beberapa buku namun tidak diikuti dengan kegiatan membaca buku yang sudah dimilikinya tersebut. Bagi orang yang terpapar virus tsundoku ini mereka akan memperoleh kepuasan ketika bisa memiliki buku yang diinginkannya. Ada kesenangan tersendiri ketika melihat buku koleksi pribadinya berjejer panjang di rak buku. Mereka semata-mata hanya puas, senang dan bahagia ketika memiliki koleksi buku yang banyak. Hanya sebatas pada hal tersebut.
Tsundoku berasal dari kata Tunde Oku yang artinya membiarkan sesuatu yang metumpuk dan ditulis. Seiring waktu berjalan kata Oku ditambah satu huruf menjadi doku yang artinya membaca. Istilah yang mulai dikenal di zaman era Jepang modern ini kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan tetap mempertahankan kata dan istilah nya tanpa pembaharuan sedikitpun di dalamnya.
Sebenarnya jika dianalisa, tidak semua orang yang mempunyai indikasi terpapar virus tsundoku ini hanya ingin mengoleksi bukunya saja. Ada juga beberapa diantaranya yang belum membacanya karena belum mempunyai waktu luang untuk membaca. Golongan ini tidak termasuk sebagai kategori tsundoku karena masih ada keinginan dan motivasi untuk membaca , hanya saja kendala waktu sehingga belum bisa membaca buku-buku yang dimilikinya secara utuh.
Kasus tsundoku yang cukup menyita perhatian masyarakat adalah ketika Los Angeles Times pada Juli 2014 merilis berita tentang seorang pria yang bernama Frank Rose yang memiliki 13.000 buku namun tidak satupun dari ribuan buku yang dimilikinya tersebut sudah dibacanya. Akhirnya Frank menyumbangkan seluruh buku yang dimiliki dan tidak dibacanya tersebut ke sebuah perpustakaan di wilayah sekitar tempat tinggalnya. Buku-buku Frank Rose tersebut akhirnya dimiliki oleh perpustakaan Arden Dimick Library.
Virus tsundoku bisa dihindari
dan bahkan dihilangkan. Bagaimana caranya? Motivasi dari dalam diri sendiri
adalah kunci utamanya. Memperbaharui motivasi diri dalam tujuan membeli buku
adalah salah satunya. Tanamkan ke dalam diri bahwa buku yang sudah dibeli akan
memberi manfaat kepada diri kita jika kita membacanya. Tanpa membacanya maka
tidak akan memberikan faedah apapun. Hal kedua yang perlu diperbaiki adalah
memperbaiki jadwal harian sehingga ada ruang waktu agar kita bisa membaca buku.
Bisa jadi kendala utamanya adalah waktu yang tidak terorganisir dengan baik
sehingga tidak sempat membaca buku. Misalnya kita terlalu banyak membuka gawai
dan melihat media sosial sehingga lupa waktu dan akhirnya tidak sempat
membaca buku. Dengan merevisi jadwal harian dan mendisiplinkan diri untuk
mengikuti jadwalnya diharapkan bisa membaca buku. Selanjutnya adalah membatasi
diri dalam membeli buku. Cobalah untuk berhenti dulu membeli buku, fokuskan
kegiatan kepada membaca buku-buku yang sudah dibeli. Jika semua buku yang kita
miliki sudah dibaca maka boleh mengagendakan untuk membeli buku kembali. Dan
saran terakhir adalah mencoba untuk mencari tahu spot, situasi dan
kondisi seperti apa sehingga kita bisa nyaman dalam membaca.
Komentar
Posting Komentar