Langsung ke konten utama

Jalan Hidup : Sebuah Cerita Pendek

 

FLASH BACK

Kereta melaju kencang di atas rel sepanjang pantura. Membawa seluruh penumpang yang sedang terbawa mimpi melesat dalam tidurnya menuju ke arah timur. Di atas langit yang cemerlang bertabur bintang nampak rembulan dengan anggunnya duduk di peraduan langit seolah sinarnya yang bulat sempurna mengikuti arah laju kereta. Tak terlihat apapun dari balik jendela kereta itu hanya pekat malam hitam dan gelap. Sepasang mata menatap ke arah luar menikmati kegelapan malam. Entah apa yang dia pandang mungkin hanya bayangan wajahnya sendiri yang memantul dari balik kaca jendela kereta yang ditumpanginya malam itu. Dua bungkus biji kuaci sudah tandas ia habiskan bersama 3 botol aqua. Baginya kuaci adalah makanan penuh perjuangan. Untuk menghabiskannya diperlukan kesabaran yang tinggi. Mengupas satu demi satu cangkangnya yang kecil untuk dapat memakan biji yang terdapat di dalamnya.

Malam itu Langgana Sabiru demikian lelaki gagah itu diberi nama oleh orang tuanya dia hendak pulang ke kampung halamannya di ujung timur pulau Jawa. Pulang ke desanya adalah menjemput kenangan pahit untuknya. Sudah lebih 10  tahun Biru demikian dia biasa dipanggil tidak pernah menjejakkan kaki di tanah kelahirannya. Ingatannya melesat ke 10 tahun yang lalu saat Biru memutuskan hengkang dari rumah. Ayahnya mempunyai grup kesenian. Grup kesenian  yang dipimpin ayahnya terkenal di seantero desa. Hampir setiap malam ayah dan kelompok keseniannya manggung menyajikan pentas tari dan nyanyian di berbagai tempat.

"Biru, kamu sudah lulus SMA saatnya meneruskan jejak ayah, " kata ayah kepada Biru di suatu malam.

"Ayah, Biru ingin sekolah. Biru sudah mendaftar PTN tanpa tes dan Biru lulus ayah. Biru ingin kuliah di ITS yah," ujar Biru.

"Kamu itu gak ada yang pendidikan tinggi-tinggi di keluarga kita. Semua laki-laki keluarga ayah  jadi penari dan seniman. Tinggal kamu yang belum. Ayah sengaja menunggu kamu lulus SMA dulu sesuai keinginanmu. Sekarang sudah beres SMA eh malah mau kuliah. Dikasih hati minta jantung kamu ya," merah padam wajah ayah saat mengatakan kalimat ini pada Biru.

"Ayah maafkan Biru. Ijinkan Biru untuk kuliah. Biru ingin kuliah ayah, ingin sekolah," Biru menghiba pada ayahnya.

Hening tak ada suara. Hanya  nafas yang menderu terdengar cepat. Sejak saat itu pertengkaran demi pertengkaran tak pernah usai. Biru yang keras tetap ingin kuliah dan sang ayah yang kukuh pada pendiriannya menginginkan Biru bergabung dengan tim kesenian  milik ayahnya. Sama sekali tidak ada titik temu.

Biru adalah anak satu satunya. Dia dikaruniai otak yang cerdas dan selalu juara kelas. Minat belajarnya tinggi. Namun niatnya untuk belajar terhalang ujian berat. Ayahnya tidak merestui. Sementara ibunya tak kuasa menolak keinginan suaminya. Sang ibu hanya bisa menangis sedih.  Puncaknya adalah saat suatu malam Biru diminta ayahnya ikut menari namun dia tidak mau. Biru tidak bisa menari. Ayahnya mengusirnya dari rumah. Biru pergi dengan sejuta luka. Sang ibu meratapi kepergiannya. Tidak satupun barang yang dibawa dari rumah. Kasur busa kesayangannya pun turut ia tinggalkan. Kasur busa yang ia beli dari hasil keringatnya sendiri. Tujuan Biru hanya satu dia akan menuju Surabaya meneruskan cita-citanya untuk kuliah di ITS.

Di Surabaya, Biru berjuang sendiri mewujudkan mimpinya untuk lulus sarjana. Soal berjuang Biru memang sudah terbiasa mandiri. Untuk membiayai hidupnya Biru berjualan baju kulakan di pasar Turi. Baju tersebut didapat dari seorang pemilik grosir yang baik hati. Biru berjualan seusai kuliah. Sering pula dia membawa baju ke kampus untuk ditawarkan kepada teman-temannya. Biru tinggal di masjid sekitar kampus karena dia menjadi pengurus masjid. Selain berjualan Biru juga rajin memberikan les privat matematika kepada anak-anak sekolah setingkat SMA . Biru memang pandai dan pejuang tangguh. Empat tahun berlalu hingga tiba saat wisuda. Selama itu pula Biru tak pernah berani pulang ke rumah. Tetangganya yang baik hati selalu datang membawa kabar tentang ayah dan ibunya. Tentu dengan cara sembunyi-sembunyi.

Ibunya selalu memberikan buah tangan meskipun tak banyak namun cukup mengobati rindu Biru pada ibu. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Biru hijrah ke ibukota. Sebagai sarjana teknik informatika dengan IPK 4.0 dan berbagai organisasi kampus yang diikutinya tidak sulit bagi Biru menemukan pekerjaan. Di Jakarta Biru bekerja di sebuah perusahaan asing ternama. Disanalah pula dia bertemu gadis asal Garut yang cantik dan manis. Sejak saat itulah Biru hidup dan mengadu nasib di Jakarta hingga 4 tahun. Di tahun kelima Biru mendapatkan kesempatan kuliah ke Amerika. Biru mendapatkan beasiswa S2 dari perusahaan tempatnya bekerja. Biru memutuskan untuk pulang kampung menemui ayah dan ibunya. Biru ingin sebelum pergi melanjutkan sekolah dia bisa bertemu dengan kedua orang tuanya.

Namun saat niat untuk pulang baru terbersit di hatinya tiba-tiba ada kabar datang dari kampung bahwa ayahnya sakit keras. Tetangganya yang baik hati memberi kabar padanya. Selama 10 tahun Biru tidak pernah pulang bukan dia tak rindu pada ayah dan ibunya. Namun ayahnya yang tidak pernah memberi ruang maaf untuknya. Biru tidak bisa berbuat apa-apa.

"Mas..pulang yuu, " suara lembut itu tiba-tiba terdengar lirih di telinganya. Ketika Biru menoleh nampak wajah sang istri yang tersenyum lembut. Tania Meranti dia adalah istri Biru. Perempuan asli Garut yang dinikahi Biru 10 tahun lalu. Seorang wanita yang cantik dan lemah lembut. Mer...demikian Biru memanggil istrinya.

"Mer....apakah ayah akan menerimaku?" tanya Biru "Mas..ayah sakit keras dan kita mau berangkat ke Amerika walaupun beliau masih tidak mau bertemu mas, tapi kita wajib menengoknya. Perkara nanti ayah tidak mau menerima kita itu bukan masalah. Mas..ada ibu juga yang harus kita tengok. Ibu yang sangat merindukan mas anak tunggalnya namun tak pernah diijinkan bertemu. Sekarang saatnya untuk pulang. Mudah mudahan ayah sudah luluh hatinya," papar istri Biru sambil memegang tangan suaminya.

MENUJU CINTA SEJATI

Kereta masih melaju kencang  dan Biru menatap gelap di luar sana. Lamunannya buyar saat istrinya menepuk pundaknya. "Hey...jangan melamun..udah ah tidur yuu," ajak Mer istri Biru.

"Aku lapar sayang, ada makanan tidak ?"

"Ada donk...pergi kemanapun kalau sama kamu ya harus ada makanan."

"Kamu bawa apa sayang?"

"Nih..aku bawa kue bangket kesukaan mas. Enak lho..ini bahannya dari tepung ararut. Tepung khas dari Garut.  Mamah bawain waktu dia ke rumah kita tempo hari."

"Waaw...enak nih. Makasih sayang."

Biru menikmati kue bangket buatan istrinya. Apapun makanan yang dibuat sang istri selalu menjadi makanan favorit buatnya. Enak dan menambah rasa cinta.  Dan yang unik Mer itu tidak pernah mau membuat makanan apapun jika tepungnya bukan tepung ararut. Jadi setiap tepung ararut itu habis pasti minta dikirim lagi sama mamah di Garut. Kecintaan Mer pada tepung ararut sebenarnya sama dengan kecintaan Biru pada kasur busa di kamar rumah orang tuanya. Walau sudah 10 tahun dia tinggalkan namun rasa rindunya terhadap kasur kesayangannya itu tak pernah pudar.

"Mer, kuaci mas masih ada gak?" tanya Biru.

"Ada nih, mau?"

"Mau dong."

Mer memberikan sebungkus kuaci pada Biru.

"Mas, kenapa sih suka banget makan kuaci, cuma biji kecil kenyang juga enggak."

"Enak tau menikmatinya satu demi satu."

Mer memonyongkan bibir ranumnya dan Biru sigap memegang bibir Mer hingga tak bisa bergerak. Mer melotot manja. Mereka pun tertawa bersama. Mer mengeluarkan tab nya. Menulis di notes dengan serius. Biru menoleh melihat ke arahnya dan bertanya, " Kamu sedang menulis apa Mer?"

"Oh ini..sedang membuat cerpen tugas tantangan menulis pekan ini mas di Komunitas One Day One Post. Masih lama sih batas waktunya 2 hari hari tapi kan diselesaikan lebih cepat lebih baik. Iya kan sayang?"

Biru tersenyum sambil mengangguk. Istrinya hobi menulis. Dia ikut Komunitas One Day One Post atau komunitas  ODOP. Biru tidak pernah melarangnya, selama Mer happy dan nyaman dia selalu mendukung apapun yang Mer lakukan.

Bagi Biru,  Mer adalah pelipur luka hatinya. Mer paham betul bagaimana kepedihan hatinya tidak bisa bertemu ayah dan ibu di kampung halaman.  Mer adalah sandaran lelah batinnya. Mer adalah segalanya buat Biru. Dia sangat mencintainya.


AYAH IBU ANAKMU PULANG

Kereta sudah sampai di stasiun gubeng Surabaya. Jam menunjukkan pukul 04.00 pagi setelah menempuh perjalanan selama 11 jam dari Jakarta. Biru dan Mer masih harus melanjutkan perjalanan selama 7 jam ke arah timur. Tujuan mereka adalah Banyuwangi. Kota di ujung timur pulau jawa kota kelahiran Biru.

Setelah menempuh perjalanan panjang akhirnya sampai juga di tempat Biru dilahirkan.

Rumah bercat abu-abu dengan model sederhana sudah terlihat dari kejauhan. Masih seperti dulu, halamannya masih tampak asri. Ditumbuhi berbagai macam bunga kesukaan ibu. Sebelah sisi kiri rumah ada kolam ikan yang tampak terawat. Begitupun di sisi kanan rumah ada saung tempat ayah berkumpul dengan tim keseniannya. Saung yang terbuat dari kayu jati sehingga membuatnya nampak kokoh. Halaman rumah yang asri dengan rumput hijau terawat. Rumah ayah dan ibu memang tidak berpagar. Mereka hanya membatasi rumahnya dengan deretan pohon tanaman boxwood yang terpangkas rapi.

Sedikit ragu Biru mendekati daun pintu rumah depan. Sambil menoleh ke arah Mer meminta persetujuan. Mer tersenyum dan mengangguk.

Tok...tok..tok...pintu depan diketuk Biru.

"Assalamualaikum ibu."

Lama tak terdengar jawaban. Biru mengulanginya hingga 3 kali.

"Waalaikum salam." terdengar jawaban dari dalam.

Kreek...suara pintu terbuka. Biru mematung melihat sosok yang sudah dirindukannya selama 10 tahun. Seakan tidak percaya sosok yang dia rindukan sekarang hadir di depan matanya. Sementara ibu tercekat melihat Biru ada di depannya. Lama menatap anaknya yang sudah lama pergi. Aur mata berurai membasahi pipi.

Ibuuuu." Pekik Biru sambil memeluk erat ibu.

"Biru..anak ibu."

"Maafkan Biru ibu, Biru tak pernah pulang. Namun maafkan juga kalau Biru sekarang pulang. Biru ingin bertemu ayah dan ibu."

"Iya nak..ibu mengerti. Kamu tidak pulang bukan karena tidak mau menengok kami. Keadaan lah yang memaksa kita harus menjalani hidup seperti ini."

Ibu menoleh ke arah Mer dan tersenyum sambil berkata, "Ini pasti Mer istri Biru."

"Iya ibu saya Mer istri Mas Biru."

Mer memeluk ibu dengan erat.

Biru melihat ke dalam rumah sambil bertanya pada ibu, "Bu, bagaimana kabar ayah?"

Sebelum menjawab pertanyaan Biru, ibu menarik tangan anak dan menantunya masuk ke dalam rumah.

Mereka duduk di kursi ruang tengah. Ruangan itu masih persis seperti dulu. Tidak ada yang berubah sedikitpun. Biru menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Dia tidak menjumpai lagi fotonya terpajang di dinding rumah. Ah..ayah sedalam itukah kecewamu padaku? Maafkan aku ayah..bisik Biru dalam hatinya.

"Biru, ijinkan ibu bercerita tentang ayahmu. Sepeninggalmu ayah makin giat berkesenian. Semua waktunya habis di panggung. Siang malam ayahmu mentas bersama grup keseniannya. Ibu tidak pernah berani melarangnya dan ibu tidak pernah berani membahas tentangmu nak kepada ayah. Sikapnya yang menurunkan semua fotomu, membereskan semua barangmu cukup menjadi sebuah jawaban untuk ibu tahu bagaimana posisimu di hati ayah. Sampai suatu hari ayah jatuh sakit. Dokter memvonisnya menderita sirosis. Pola hidupnya yang kurang istirahat dan banyak merokok membuatnya terkena kanker hati. Ayahmu sakit hanya sebulan. Tepat 30 hari setelah dia pertama merasakan sakit ayahmu berpulang. Itu terjadi tepat seminggu yang lalu. Maafkan ibu baru mengabarimu melalui Dika teman baikmu yang juga tetangga kita tentang berita ini kemarin. Biru maafkan ayahmu. Dia sudah memaafkanmu jauh sebelum dia sakit. Penyesalan terbesar ayahmu yang sudah mengusirmu hadir saat dia sakit. Namun ketika ibu menawarkan padanya untuk berjumpa denganmu ayahmu menolak. Entah kenapa ibu tak tahu. Biru..maafkan ayahmu sekali lagi maafkan ayahmu. Insya Allah ayah sudah memmaafkanmu."

Tergugu Biru menangis. Biru tak pernah merasa dendam atau kesal kepada ayah. Biru hanya ingin sekolah. Ayah maafkan Biru. Lama Biru menangis di pangkuan ibu. Saat Biru mendongakkan kepalanya melihat ke arah ibu dia melihat ibu terkulai. Mer dan Biru panik. Biru segera menghubungi Dika teman dan sekaligus tetangganya. Dika segera meluncur ke rumah Biru. Namun ketika Dika periksa denyut nadi ibu ternyata ibu sudah tidak ada. Biru menangis sejadi jadinya. Mer pun tergugu memeluk Biru. Dika memeluk sahabatnya. Dika berkata bahwa ibu sudah lama sakit dan sudah seminggu tidak bisa bangun. Namun..hari ini dan kemarin ibu begitu nampak sehat karena tahu Biru akan datang. Ibu bahkan sempat memasak masakan kesukaan Biru.

Biru beranjak ke ruang makan benar saja di meja makan sudah tersaji rawon dan sego tempong. Dua makanan kesukaan Biru. Biru menangis sejadi jadinya. Gelap rasanya dunia.

Seminggu kemudian,

Di depan tanah merah yang masih basah Biru dan Mer khusyuk berdoa. Mer menggenggam erat tangan Biru. Dengan suara parau Biru bergumam lirih, " Ibu..Biru ingin bercerita banyak kepada ibu tentang hidup Biru selama 10 tahun, tentang Mer istri Biru dan tentang calon cucu ibu yang masih ada di perut Mer,. Biru ingin minta doa untuk rencana sekolah S2 Biru ke Amerika. Buu..Biru ingin memeluk ibu dan ayah rasanya rindu sekali. Tapi ternyata Biru kesini hanya bisa bertemu ibu sebentar. Biru hanya bisa melihat makam ayah dan akhirnya harus memulasara ibu dan mengantar ibu ke peristirahatan terakhir. Maafkan Biru ayah ibu."


RUMAH KENANGAN

Sudah 3 hari Mer dan biru menempati rumah sejak ibu meninggal. Rumah masa kecil Biru yang penuh kenangan. Selama sepekan ke depan mereka mengadakan pengajian dan tahlilan di rumah. Pengajian untuk mendoakan ayah dan ibu. Malam keempat setelah pengajian selesai mereka duduk di ruang tengah sambil berbincang.

"Mas, kapan rencana kita pulang?"

Sekarang hari keempat ya..mmmhhh berarti tulat baru selesai acara doa bersama disini. Mungkin setelah itu kita baru rencanakan pulang. Gpp kan Mer?"

"Iya gpp mas...tulat baru kita bicarakan kepulangan setelah urusan pengajian selesai."

"Oh iya mas..bagaimana dengan rumah ini, siapa yang akan menempati?" Mer bertanya.

"Ada bi Minah yang akan mengurus rumah ini. Dia adik ibu yang belum menikah hingga saat ini. Selama ini bi Minah yang selalu menemani ibu di rumah. Biar bi Minah saja yang mengurus rumah."

"Syukurlah mas ada yang akan meraeat rumah ini."

Tidur yuu sudah malam," ajak Biru pada Mer.

Mereka pun beranjak ke kamar untuk beristirahat.

 

ENDING

Dan hidup harus terus berlanjut. Pulang kampung Biru adalah pulang yang yang pertama sekaligus pulang yang terakhir. Selaksa cinta untuk ayah dan ibu. Biru akan selalu jadi anakmu selamanya.

Komentar

  1. Huhuhu, pasti Biru sedih bgt, 10 th nggak ketemu. Ternyata sang ayah sdh tiada dan ibu bertemu hanya utk berpisah kembali...

    BalasHapus
  2. iya kak...Biru berkubang duka.Terima kasih kak Naila sudah mampir disini.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beragam Manfaat Jasa Pengantaran di Aplikasi

  Berkecimpung di dunia penjualan barang sudah lebih dari sepuluh tahun. Bagi saya tentu saja banyak mendapatkan    pengalaman terutama berhubungan dengan jasa pengantaran. Dulu, di awal-awal berjualan, jasa pengantaran di aplikasi belum ada sehingga masih mengandalkan jasa ojeg offline atau jasa paket ekspedisi. Seiring dengan perkembangan teknologi jasa pengantaran di aplikasi menjadi salah satu pilihan favorit yang digunakan oleh para pemilik usaha dalam mengantarkan barang ke tempat konsumen. Saya pun termasuk pengguna jasa aplikasi pengantaran. Hampir setiap hari saya mengantarkan barang melalui jasa aplikasi tersebut. Aplikasi yang saya gunakan tidak hanya satu tapi ada beberapa yang saya gunakan. Baragam manfaat    saya rasakan dalam melakukan transaksi seperti adanya beberapa promo yang bisa digunakan. Promo tersebut berdampak pada pengurangan harga ongkos kirim. Potongannya berbeda-beda sesuai dengan jenis promo yang dipilih. Selain promo ada juga siste...

Dibalik Rasa Enak Mi Instan

Mi instan, siapa yang tidak kenal dengan bahan makanan tersebut. Mi instan sangat populer di seluruh lapisan masyarakat, bahkan ada salah satu merk mi instant yang terkenal bahkan hingga ke mancanegara. Merk yang sangat melegenda. Coba tanyakan pada anak kost apakah mereka pernah makan mi instant? Saya yakin,   pasti hampir semuanya menjawab pernah. Bagi anak kost mi instan adalah jurus ampuh sebagai menu pengganti di akhir bulan. Menu penolong saat lapar melanda di tengah malam saat tugas menumpuk menanti   untuk diselesaikan.   Mi instan bukan hanya milik mahasiswa saja. Ibu rumah tangga pun memasukkan mi instan sebagai salah satu list menu andalan saat stok sayur habis di kulkas dan belum sempat belanja kembali ke pasar. Namun, jika ibu rumah tangga yang memegangnya, maka mie tersebut tidak akan dimasak begitu saja. Saya pun termasuk suka memasak mi instan ini. Walaupun frekuensinya sangat jarang. Memasak mi instan untuk dijadikan mi goreng ini paling sering hanya ...

Menu Berekat

Ada banyak  kenangan di masa kecil saya yang berkesan dalam hidup. Salah satunya adalah  masakan menu berekat. Berekat adalah istilah di kampung halaman saya yaitu menu makanan yang didapat dari hajatan atau tahlilan. Menu berekat ini isinya nasi putih, sambel goreng kentang, daging sapi atau ayam goreng dan buncis masak kecap dan bihun sayur atau mie goreng.Menu berekat ini dimasukkan ke dalam wadah berupa besek bambu. Dulu belum ada musim stereofoam atau kotak nasi kerts seperti yang menjamur saat ini. Besek ini akan kita dapatkan jika memenuhi undangan sebelum waktunya. Dalam istilah di masyarakat kami memenuhi undangan sebelum waktunya si empunya hajat menggelar hajatannya dinamakan nyambungan. Hanya orang-orang yang datang ke nyambungan inilah yang akan mendapatkan besek dengan menu berekat di dalamnya. Jika datang pada waktu hari hajatnya maka akan disajikan makan prasmanan seperti biasa dan tamu undangan tidak dibekali lagi dengan menu berekat dalam besek bambu tersebut...