Ketika kau lelah
Berhentilah dulu
Beri ruang, beri waktu
Mereka bilang,
"Syukurilah saja"
Padahal rela tak semudah kata
Tak perlu khawatir, ku
hanya terluka
Terbiasa 'tuk pura-pura tertawa
Namun bolehkah s'kali saja ku menangis?
Sebelum kembali membohongi diri
Alunan
lagu Feby Putri dan Fiersa Besari itu mengalun lembut. Aku mengikutinya dengan
bersenandung pelan. Tiba-tiba pintu terbuka, kepala anak bungsuku terlihat di
balik pintu.
“Bunda…boleh
gak Bima masuk?’
‘Iya
sayang boleh…ada apa nak?”
“Bima
mau cerita tapi bunda janji ya Bunda gak marah.”
“Iya
bunda gak akan marah. Ayo Bima cerita sama bunda.”
Dengan
kepala tertunduk anakku bercerita tentang teman-temannya yang memaksa dia untuk
makan di saat melakukan ibadah puasa. Anakku memang walau umur dan badannya
paling kecil namun aku sudah mengajarkan
kepadanya agar berlatih berpuasa. Ada gurat rasa sesal di wajahnya dengan
tertunduk dan mata berkaca-kaca anakku meminta maaf.
Aku
bertanya padanya, “Kenapa Bima menerima tawarannya, untuk batal puasa?”
“Bima
takut bunda, Adul dan Ijal itu badannya besar, Bima kalah melawan mereka, Bima takut bunda.”
“Maafkan
Bima bunda, Bima berdosa sudah batal puasa.”
Anakku
menangis tersedu-sedu. Aku dekap erat dia dengan penuh kasih sayang. Aku tidak
menyalahkannya, aku paham bagaimana posisinya. Memang anak-anak tersebut sudah
berusia lebih besar dari anakku. Mereka begitu berkuasa dan membuly anakku.
“Ada
lagi Bim?”
“Bima
dibilang cepu bun karena bilang ke ayah kalau Adul dan Ijal mengambil buah
jambu di pohon tetangga belakang rumah kita bun.”
Terus…?”
aku lanjut bertanya
“Ya
udah gitu aja jadi sekarang Bima dipanggil cepu sama Adul dan Ijal.
“Terus
Bima tahu gak arti cepu itu apa?” tanyaku penasaran
“Cepu
itu orang yang suka bocor-bocorin rahasia.”
“Oh
begitu..” jawabku
Bima,
ibu kasih tahu ya mulai sekarang Bima gak usah bermain lagi dengan Adul dan
Ijal. Mereka memberi pengaruh negatif pada Bima. Bima diajak kepada perbuatan
yang tidak baik. Daripada Bima nanti terbawa jelek oleh mereka lebih baik tidak bermain lagi dengan mereka. Kita harus
bisa memilih teman yang baik agar kita juga jadi terbawa baik. Namun, jika kita
melihat teman berbuat tidak baik maka wajib untuk kita menasehatinya.
“Terus
Bima main sama siapa bun?”
“Masih
banyak anak anak kampung belakang yang suka ngaji ke rumah bunda, mereka bisa
jadi teman Bima.”
‘Oh
iya yaa…mereka banyakan ya bunda jadi bisa Bima main sama mereka. Ok Bunda,
Bima janji tidak akan jadi anak penakut dan selalu mengalah lagi.”
‘Bima
janji jika benar maka harus dipertahankan, tidak boleh membiarkan kesalahan
terjadi di depan mata. Jika tidak bisa diingatkan lebih baik kita yang pergi.
Begitu kan bunda?”
“Cakeep……”
kataku menyemangati.
“Tapi
bagaimana jika mereka jahatin Bima?”
“Ada
Allah Bim..jangan takut, sesakit sakitnya di dunia,itu lebih baik daripada
menanggung dosa di akhirat nanti.”
“Ok
Bunda, siap.”
*****************
“Bimaa……”
aku mendengar suara anak-anak memanggil nama anakku.
‘Bim…itu
Adul dan Ijal datang.”
Bima
anakku menengok ke arahku dan menatap lama seolah meminta pendapat dan persetujuanku.
Aku pun mengangguk.
Secepat
kilat Ade keluar dan menemui Adul dan Ijal.
‘Bim..hari
ini kita main ke kebun pa Bowo yuu.” Ajak Ijul
“Mau
apa Jul.” Tanya Bima
“Kamu
tuh gimana sih, pohon mangganya udah pada mateng kan. Kita ambil sedikit saja
buat dimakan. Lumayan kan.” Jawab Adul
Bima
terdiam lama, kemudian dia berkata
“Maaf
teman-teman aku tak bisa ikut, kita bermain ke tempat lain saja yuu. Jangan
main ke kebun pa Bowo apalagi mengambil buah mangga dari pohonnya. Kan itu
mencuri namanya.”
“Eh
kamu ya Bim…sejak kapan berani menolak ajakan kita hah.” teriak Adul dan Ijul.
Bima
terpaku menatap tajam mata kedua temannya tersebut sambil berkata tegas, “ Aku
tidak akan ikut bersama kalian ke kebun pa Bowo, Jika kalian mengajak bermain
ke tempat lain dan tidak mencuri aku bisa ikut tapi kalau tidak aku tidak bisa.”
Adul
meninju Bima, walau kepalan tangannya masih kecil namun cukup membuat Bima
sempoyongan.
“Dasar
penakut,..huh teman tiada berguna.” Adul dan Ijul berkata sambil memelototi
Bima
Bima
pergi , dalam hatinya Bima bahagia meskipun dia ditonjok dan merasakan sakit namun
Bima bersyukur karena sudah mampu bersikap tegas dan menolak ajakan kedua
temannya untuk berbuat tidak baik. Bima mengalah untuk menang
*******************
Sementara
itu, Adul dan Ijul tetap melanjutkan rencana mereka untuk pergi ke kebun pa
Bowo. Sesampainya disana mereka mengendap ngendap masuk ke dalam kebun dan
mengambil beberapa mangga dari pohon. Mereka memanjat pohon setelah memeriksa
keadaan sekitarnya. Setelah dirasa aman mereka pun naik ke atas pohon. Ketika
sedang asyik naik di atas pohon, tiba-tiba mereka melihat pa Bowo berjalan
memasuki kebun. Adul dan Ijul ketakutan setengah mati. Mereka berdua
menempelkan kedua tangannya ke bibir masing-masing sebagai tanda tidak boleh ribut.
Pa Bowo lama berdiri mengamati sekitar. Adul dan Ijul berharap pa Bowo segera
pergi agar mereka bisa segera keluar dari sana. Namun ternyata pa Bowo malah
mengambil sapu dan membersihkan pekarangan kebun.
Adul dan Ijal masih duduk di batang pohon mangga. Mereka berdua sudah pegal duduk di atas pohon. Tiba –tiba Adul melihat serombongan semut berjalan ke arahnya. Adul kaget karena semut yang mendekatinya adalah semut rangrang yang berukuran besar. Ijal memberi kode pada Adul agar tetap diam. Adul melirik ke arah Ijul dan menunjuk ke arah atas kepalanya. Ternyata di atas kepala ijul semut rangrang merangsek ke arahnya pula. Akhirnya semut merambat ke tubuh mereka. Walaupun ditahan sekuat tenaga, mereka pada akhirnya menyerah dan berteriak teriak meminta tolong.
Pa
Bowo kaget mendengar ada suara dari atas pohon. Dia melihat ke atas pohon
mangga dan nampak ada dua orang anak sedang duduk di batang pohon. Pada kedua
tangannya menggenggam masing-masing satu keresek buah mangga. Pa Bowo
geleng-geleng kepala. Dia pun menyuruh Adul dan Ijal untuk turun. Sesampainya
di bawah mereka dimarahi habis habisan oleh pa Bowo. Adul dan Ijal kena
batunya.
************************
Bima
melangkah gontai ke dalam rumah. Aku melihatnya masuk dan membiarkannya duduk
di depan sofa ruang tengah. Kudekati anakku. Aku kaget melihat bilur ungu di
pelipis kanannya.
“Bim,
kenapa pelipismu?”
‘Oh
ini…ditonjok Adul bun.”
“Subhanallah…kenapa
ditonjok?”
“Bima
menolak ajakan mereka untuk pergi ke kebun pa Bowo dan mencuri buah mangga disana.
Bima tidak mau bun.”
Aku
tersenyum, bahagia rasanya anakku sudah bisa mengambil keputusan untuk berani mengatakan tidak pada sesuatu
yang tidak baik. Meskipun akhirnya ada hadiah bogem mentah di pelipis kanannya.
Kupikir tidak apa , biarlah itu sebagai pengalaman berharga untuknya bahwa
dalam hidup itu ada perjuangan.
Ketika
kami sedang berbincang di ruang tengah, terdengar keributan di depan. Aku dan
Bima segera ke depan untuk melihat apa yang terjadi. Rupanya Pa Bowo
mengantarkan Adul dan Ijal kepada ibunya sambil menjewer keduanya. Adul dan
Ijal menangis , ibunya yang mendapat kabar tentang apa yang anaknya lakukan
bukan membela malah Adul dan Ijal tambah dimarahi oleh ibunya. Adul dan Ijal
menangis meringis kesakitan karena dijewer pa Bowo.
Kami
berdua hanya bisa tertawa melihatnya. Akhirnya Adul dan Ijal merasakan akibat
perbuatan tidak baiknya. Semoga mereka kapok
==TAMAT==
Komentar
Posting Komentar