Suatu hari ada dua orang
ibu-ibu paruh baya mengalami kejadian yang sama yaitu secara bersamaan motor
yang dikendarainya tersenggol sebuah mobil. Apa yang terjadi kemudian ? Ibu A
dia langsung marah-marah kepada si pengendara mobil yang menyenggol motornya.
Sementara si ibu B yang dilakukannya adalah diam sejenak dan tanpa ada teriakan
serta marah marah sebagaimana si Ibu A dia perlahan mendatangi pengendara mobil
yang menabrak motornya. Dia terlihat mengajak berbicara dengan tenang kepada si
pengendara mobil. Tidak ada sedikitpun reaksi marah, namun meskipun tidak ada
reaksi marah si Ibu B berhasil menyampaikan komplainnya dengan baik kepada
pengemudi mobil tersebut.
Apa yang bisa kita cermati
dari dua respon wanita di atas terhadap satu kejadian sama yang menimpanya?
Jika kita lihat, yang membedakan diantara keduanya adalah reaksi emosi yang
dipilih untuk menanggapi kejadian yang ada dihadapan mereka. Satu memilih tetap
tenang namun satu lagi memilih reaksi marah dan berteriak teriak. Apa yang
terjadi dengan kedua ibu tersebut? Ya mereka sedang mengeluarkan emosi yang ada
dalam diri masing-masing. Selama ini kita sering salah kaprah dengan arti kata
emosi. Emosi selalu diidentikkan dengan perasaan marah. Ketika melihat orang
berbicara dengan nada sedikit tinggi kita langsung memberi label kepadanya
bahwa dia sedang emosi. Sebenarnya itu tidak sepenuhnya salah, namun tidak juga
menjadi sepenuhnya benar.
Mengapa emosi yang kita
keluarkan sebagai reaksi terhadap sebuah kejadian di lingkungan sekitar bisa berbeda beda? Semua itu tergantung dari cara
kita mengambil sudut pandang sebuah kejadian. Emosi ternyata ada
bermacam-macam. Semua emosi yang ada dalam diri manusia tersebut bisa dikeluarkan
sesuai dengan pilihan kita sendiri. Itulah yang menyebabkan kedua ibu dalam
cerita di awal tulisan artikel ini memberikan respon yang berbeda terhadap satu
kejadian yang sama.
Menurut teori James-Lange
emosi adalah ketika kita menerima situasi tertentu, lalu bereaksi terhadap
situasi tersebut dan kita memperhatikan reaksi kita. Persepsi terhadap reaksi
itu adalah dasar bagi emosi yang kita alami. Sementara itu Franken dalam
Baihaqi menyatakan bahwa emosi merupakan hasil interaksi antara faktor subyektif
(faktor kognitif), faktor lingkungan(hasil belajar) dan faktor biologi (proses
hormonal ).
Bentuk-bentuk emosi
menurut Goleman (2009) terbagi ke dalam delapan jenis, yaitu :
a)
Amarah; adalah emosi yang bisa memunculkan
rasa benci, marah, jengkel, kesal, bermusuhan bahkan tindak kekerasan
b) Kesedihan; adalah bentuk emosi yang akan
mengeluarkan berbagai bentuk sikap yaitu pedih, melankolis, suram bahkan depresi
c)
Rasa takut; menghadirkan sikap takut,
gugup, was-was dan khawatir
d)
Rasa Nikmat; adalah sebuah bentuk emosi
yang akan menghadirkan berbagai reaksi yang memberikan reaksi emosi positif
seperti bahagia, gembira, puas, terhibur, bangga, takjub, terpesona dan
perasaan senang
e) Cinta; adalah jenis emosi yang memunculkan
sebuah reaksi pertemanan, persahabatan, percaya, kedekatan, hormat, nyaman dan
penerimaan
f)
Terkejut akan memunculkan reaksi sikap
takjub atau terpana dan kaget
g)
Jengkel dapat memunculkan reaksi hina,
muak, benci dan bahkan jijik
h)
Malu seringkali mengeluarkan reaksi rasa
bersalah, kesal, hina, aib dan hati yang hancur.
Melihat berbagai bentuk
emosi yang sangat banyak tersebut maka tidaklah tepat jika kita seringkali
menganalogikan emosi dengan perasaan marah. Ternyata perasaan cinta dan sayang pun
itu adalah sebuah emosi. Kita sebagai manusia yang mempunyai akal dan pikiran
sesungguhnya bisa bijaksana dalam menentukan reaksi emosi apa yang akan kita
keluarkan dalam menanggapi sebuah peristiwa. Biasanya jika tidak berpikir
jernih dan kondisi hati yang panas maka yang akan keluar adalah reaksi emosi negatif.
Namun, jika kita menggunakan hati dan pikiran yang jernih serta tetap tenang,
logika kita tetap jalan maka reaksi yang akan dipilih adalah emosi yang
positif.
Meskipun demikian,
manusia adalah makhluk berperasaan. Berbagai bentuk reaksi emosi pasti hadir
dalam jiwa kita dalam menghadapi sebuah peristiwa tanpa bisa kita pilih-pilih
dulu. Reaksi emosi tersebut hadir dalam jiwa kita dengan sendirinya. Misalnya
ketika orang tua yang kita cintai
meninggal dunia, maka reaksi emosi yang muncul sudah pasti reaksi sedih. Atau
sebaliknya ketika menyambut manusia baru di kehidupan kita alias kelahiran anak
tercinta pasti disambut dengan reaksi emosi bahagia. Berbagai emosi yang hadri
tersebut tidak untuk ditolak, biarkan mereka hadir silih berganti dalam hati
dan pikiran kita. Manusia pasti akan
pernah merasakan sedih, senang maupun suka dan duka. Seperti yang dikatakan
oleh dr.Jiemy Ardian,Sp.Kj dalam bukunya
yang berjudul Self Love tentang paradoks emosi . Beliau mengatakan bahwa
Emosi
tidak menyenangkan bukanlah masalah
Semakin
kamu menyangkal, semakin dia ada
Semakin
kamu lupakan , semakin dia bertahan
Semakin
kamu ingin dia lenyap, semakin dia menetap
Tapi,
ketika kamu ikhlas, menerima dan mengizinkan emosi itu hadir pada saat itu pula
dia akan mereda.
Love
Yourself (2022 : 210)
Komentar
Posting Komentar