Episode 2
Langit berpijar terang di
utara membawa kilatan cahaya bersama sebuah kisah yang akan mengalir sendu.
Sebuah tenda sederhana
namun dengan dekorasi yang elegan terpasang di depan rumah Bapak Irwansyah.
Seorang tokoh masyarakat terpandang di wilayah tersebut. Esok, 12 Juli 2010
beliau menikahkan putri satu-satunya yang bernama Dona Arisandi dengan seorang
pemuda yang bernama Gagah Perkasa. Pa
Irwansyah adalah seorang single parent. Beliau ditinggalkan oleh
istrinya sepekan setelah melahirkan Dona anak satu-satunya. Pa Irwan demikian
dia biasa dipanggil oleh masyarakat sekitarnya, dia memutuskan untuk
membesarkan sendiri putri semata wayangnya. Dalam pengasuhannya beliau dibantu
oleh Bi Nenah .
Bi Nenah adalah seorang
perempuan yang mempunyai kelainan pigmen kulitnya seperti orang yang terkena
penyakit sopak, seorang yatim piatu dan diterlantarkan oleh orang tuanya. Pa
Irwan dan istrinya yang sudah empat tahun tidak mempunyai anak akhirnya mengajak
bi Nenah saat usia nya 10 tahun untuk membantu istri pak Irwan. Mereka pun
menyekolahkan bi Nenah hingga SMA. Sepuluh tahun setelahnya akhirnya istri pa
Irwan melahirkan seorang bayi perempuan. Bayi ini lahir disaat istri pa Irwan
usianya sudah tidak muda lagi. Saat itu
usia istri pa Irwan 44 tahun. Sementara pa Irwan sudah memasuki usia 50 tahun.
Sebuah usia yang tidak lagi muda untuk memiliki seorang bayi.
Mereka memiliki seorang
bayi perempuan yang diberi nama Dona. Namun, kebahagiaan tersebut hanya
sekejap. Satu minggu setelah kelahiran putri nya istri pa Irwan mengalami
pendarahan hebat. Rupanya bidan yang menangani proses persalinannya tidak
melakukan pembersihan rahim dengan sempurna sehingga menyebabkan infeksi di
dalam rahim dan terjadi pendarahan. Akibat pendarahan tersebut nyawa ibunya
Dona tidak dapat diselamatkan. Meninggalnya ibu Dona melahirkan luka yang cukup
dalam dan lama pulihnya bagi pak Irwan.
“Dona, kamu yakin Gagah
adalah yang terbaik untukmu?”
“Insya Allah Ayah.”
“Kamu ayah besarkan
dengan sepenuh cinta dan kasih sayang, ayah ingin memastikan untuk yang
terakhir kali jika pilihanmu adalah yang terbaik, ayah ingin memastikan jika
laki-laki yang akan menjadi suamimu akan memberikan cinta dan kasih sayang seperti
yang ayah berikan untukmu.”
“Ayah…percaya padaku
Insya Allah Gagah akan menyayangi Dona sepenuh hati.”
Dan…..akad pun terucap
dari mulut seorang laki-laki berumur 24 tahun. Anak laki-laki dari keluarga seorang
dokter terkenal di ibukota. Laki-laki yang menempuh studi di fakultas
Kedokteran sebuah Universitas ternama di Indonesia. Laki-laki yang selama lima
tahun menjalin hubungan dekat dengan Dona. Laki-laki pendiam dan kalem dengan
kacamata bundar bertengger di hidung mancungnya. Gagah beruntung bisa menyunting Dona, Dia
adalah gadis incaran sebagian besar laki-laki di kampusnya. Dona adalah
mahasiswi arsitektur dengan segudang prestasi. Otaknya moncer lulus dengan IPK 4.0,
setelah lulus langsung bekerja di perusahaan konsultan arsitek terbesar di
Jakarta dengan gaji di atas rata-rata fresh graduate. Pengalaman
organisasi yang dimilikinya membuatnya matang di pergaulan sosial. Dona tidak
hanya pandai dalam bidang akademisi, dia pun cakap dalam bergaul dan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Itulah sebabnya dalam melakukan
negosiasi dan mendapatkan tender untuk perusahaannya tidak mengalami kesulitan
yang berarti. Dona perempuan hampir sempurna.
Dan…ketika proses ijab kabul
itu selesai berurai air mata pak Irwansyah. Dia teringat istri tercintanya yang
sudah lama meninggalkannya bersama Dona. Dalam hatinya berbisik lirih.
“Dek….lihatlah anak kita
sekarang sudah menemukan sandaran bahu yang lain. Semoga dia bisa menjadi bahu
yang sekokoh dan sekuat bahuku.”
Bi Nenah, setelah pernikahan Dona dia memutuskan untuk pulang kampung dan menempati sebuah rumah pemberian pak Irwan. Seminggu setelah hari
pernikahan , Dona dan Gagah meninggalkan kediaman pak Irwan menuju rumah mungil
mereka di selatan ibukota. Rumah istimewa yang Dona desain sendiri untuk mereka
tempati. Rumah bergaya minimalis dengan konsep terbuka dan ada taman serta
kolam ikan membuat semakin teduh dan betah. Rumah tersebut sudah terisi perabot
lengkap, hadiah pernikahan dari orang tua Gagah. Sejak menikah Dona memutuskan
untuk resign dari tempatnya bekerja dan memilih bekerja sebagai
konsultan lepas sehingga bisa bekerja dari rumah. Sementara Gagah menggawangi
rumah sakit yang didirikan oleh orang tuanya. Gagah tetap bekerja sebagai
dokter di rumah sakit tersebut.
Tidak terasa satu tahun
berlalu, mereka sudah dikaruniai seorang bayi perempuan mungil bernama Amira. Bayi
yang cantik dan lucu. Dia tumbuh sehat dan menggemaskan. Dona makin sibuk di
rumah mengurus rumah tangga dan bayi nya. Dona memutuskan mengurus segalanya
sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga. Bi Nenah sebenarnya sudah
menawarkan diri untuk membantunya, namun Dona memilih untuk melakukan semua
pekerjaan rumah tangga sendiri, Dona tidak terlalu repot sebenarnya karena
seluruh peralatan lengkap dan bisa membantu segala pekerjaannya di rumah.
Teng tong….terdengar bel
berbunyi. Dona yang sedang menggambar mengerjakan projek salah satu rekan
bisnis menengok ke arah pintu depan. Dia heran siapa yang memijit bel, mas
Gagah sedang ada konferensi di Surabaya dan baru pulang 3 hari ke depan. Dona
memijit tombol yang terhubung dengan layar di depan pagar. Kejutan luar biasa
ternyata ayahnya sedang menunggu di luar. Secepat kilat Dona berjalan menuruni
tangga dan membuka pintu depan.
“Ayaaaahhhh…….” Teriaknya
sambil memeluk lelaki kesayangannya.
“Kenapa datang tidak memberi
tahu dulu?”
“Bukan kejutan dong namanya
jika memberitahu dulu.”
Ayaaah….Dona memeluk erat
ayahnya. Lama mereka tidak bertemu.
“Mana Amira Don…,”
“Oh ada di kamar atas
ayah…sedang tidur.”
Mereka pun berbincang
hangat. Berbagai hal dibicarakan. Tidak terasa satu jam ayah dan anak ini
berbincang. Tiba-tiba Dona berkata,
‘Ayah, hari ini Dona
masak tapi sedikit. Tidak apa-apa kutinggal sebentar membeli makanan yah? Janji
tidak lama,”
“Baiklah..ayah tunggu
sama Amira. Ayah ingin bermain bersama Amira. Kamu hati-hati ya keluarnya,”
“Oke siap yah.”
Dona menyambar kunci
mobil yang tergeletak di atas meja, lalu melajukan mobilnya ke arah jalan raya.
Namun tempat langganan yang ditujunya ternyata tutup. Akhirnya dia ingat akan
satu tempat yang pernah suaminya ceritakan. Sebuah restoran baru di bilangan Jakarta
Selatan. Tidak begitu jauh sih dari resto tempat langganannya. Dona melajukan
mobilnya dengan kecepatan lambat sambil matanya melihat ke kanan dan ke kiri
melihat barangkali ada tempat makan yang bisa dia beli untuk ayahnya.
Tiba-tiba matanya tertuju
pada satu mobil yang keluar dari sebuah mall. Dona sangat hapal dengan no mobil
tersebut. Itu adalah mobil Mas Gagah suaminya. Dona heran, bukannya mas Gagah
sedang ke Surabaya? Bukankah Mas Gagah menyimpan mobilnya di parkiran rumah
sakit? Terus siapa yang membawa mobil tersebut ? Mengapa suaminya memberikan
kunci mobil ke sembarang orang? Itu bukan tabiatnya. Dona memutuskan mengikuti
mobil tersebut.
Ternyata mobil itu
berbelok ke sebuah café kecil namun eksotik. Dona memarkir mobil di sebrang
jalan. Dan, terlihat suaminya keluar dari mobil itu bersama seorang
wanita. Dona sama sekali belum
mengenalnya. Dona melihat wanita itu memegang erat tangan suaminya. Seketika
pandangan matanya nanar dan butiran air mata tak terbendung lagi mengalir
seperti sungai yang sedang mengalir deras.
Dona limbung
==Bersambung==
Komentar
Posting Komentar