Episode 3
Sekejap Dona terdiam, dia
ingin menguasai diri agar tidak bertindak sesuatu di luar nalar. Setelah menarik
nafas dalam, Dona mengeluarkan ponselnya dan menghubungi suaminya.
“Assalamualaikum,”
“Waalaikum salam, iya Dek,
gimana kabarnya di rumah?”
“Lagi ngapain Mas?”
“Ini baru beres sesi
pagi, lagi istirahat sebentar nanti lanjut lagi.”
“Masih di Surabaya mas?”
“oh iya masih, kamu kalau
ada apa-apa mau ada yang dibeli pesen via online saja ya tidak usah
keluar-keluar rumah.”
“Iya mas, ini juga lagi
di rumah koq.”
“Hati-hati ya jaga diri
baik-baik. love you…”
Klik….terdengar nada
suara telepon diputus dari sebrang sana. Dona tertegun, “Mengapa kamu berbohong
mas. Mengapa kamu bilang sedang di Surabaya, padahal jelas jelas saya lihat
kamu masuk ke dalam tempat itu. Siapa dia mas? Ada hubungan apa kamu dengan
nya?” Beribu tanda tanya berkecamuk di dalam pikirannya.
Nitnut…nitnut…nitnut,,,,gawai
berbunyi. Astaghfirullah…ayah telepon. Dona sudah terlalu lama meninggalkan
rumah, bergegas dia balik kanan dan kembali menyusuri jalanan untuk membeli
makanan. Setelah menemukan makanan yang dicarinya Dona pun kembali ke rumah.
Ayah sudah menunggu sambil menggendong Amira.
“Kamu membeli makanan
dimana? Kenapa lama sekali?”
“ah iya ayah maafkan ya
jadi lama, jalanan macet sekali.” Dona menjawab sekenanya
Dona menyiapkan makanan
yang ada di rumah ditambah dengan makanan yang sudah dia beli barusan.
Menyiapkan semuanya untuk menyambut kedatangan ayah.
“Ayah, ayo makan yah.”
“Oh iya…ayoo….”
Mereka berdua menikmati
makanan yang tersaji sambil bercerita kesana kemari. Sementara Amira tertidur
pulas di dalam ayunan.
“Dona…kamu baik-baik saja
kan?” ayah menatap tajam.
“Oh iya ayah
alhamdulillah semua baik-baik saja.”
‘Kalau ada apa-apa cerita
pada ayah, hanya kamu satu-satunya yang ayah miliki di dunia ini, jika sampai
terjadi apa-apa padamu entah apa yang akan terjadi pada ayah.”
‘Kamu janji ya cerita
sama ayah tentang apapun yang kamu rasakan.”
“Iya yah,,,jangan
khawatir semua aman terkendali.”
Dona tersenyum melihat
ayahnya. Mencoba tersenyum walaupun hatinya remuk redam setelah melewati apa
yang baru saja terjadi saat dia keluar rumah barusan.
Setelah seharian ada di
rumah anak semata wayangnya, pa Irwansyah pamit untuk kembali ke rumahnya. Dia
memeluk Dona erat-erat sebelum pergi. Hening, sepeninggal ayahnya pergi rumah
pun kembali hening. Dona terdiam, menatap pemandangan di luar jendela tempat
dia biasa duduk memandang keluar. Satu luka dalam hatinya sudah tertanam dalam
diam. Sebuah luka yang mungkin akan bertambah dalam di kemudian hari.
Hari keempat Gagah tiba
di rumah. Dona tetap melayani dan menyambutnya seperti tidak terjadi apa-apa.
Gagah pun tidak pernah berubah sikap, dia tetap hangat dan perhatian pada Dona
dan Amira. Menunjukkan cinta dan kasih sayangnya sepenuh hati. Seringkali saat
Gagah tertidur pulas Dona menatap wajahnya, mencoba mencari sesuatu yang bisa
dia jadikan alasan untuk tidak mencintainya namun ternyata semua begitu
sempurna. Gagah di depan nya adalah seseorang yang tidak pernah memberikan
kekurangan apapun. Dia yang selalu romantis dan memberi sepenuh hati. Dona
semakin tidak mengerti, apa yang salah? Mengapa sandiwaranya begitu sempurna ?
Atau apa yang sesungguhnya terjadi? Dona tidak pernah berani menanyakan apa
yang selama ini mengganjal di hatinya. Tidak pernah bisa.
Bergetar tangannya
menyentuh hp suaminya. Rasa berdosa memenuhi hatinya, namun rasa penasaran
lebih banyak menguasai hatinya. Dia sentuhkan jari suaminya ke balik layer hp
dan seketika layar itu terbuka. Dona memutuskan untuk melihat apa yang ada di
dalam gawai suaminya. Buuk…berbagai tumbukan di dalam hatinya menggedor jantung
pertahanan jiwanya. Dona menangis, begitu banyak foto wanita tersebut di dalam
drive suaminya. Mengapa dia menyimpan fotonya sebanyak ini? Untuk apa? Siapa
dia? Dona tidak melanjutkan pencariannya. Gawai itu segera dia letakkan. Tak
pernah lagi dia ingin menyentuhnya.
Dona segera mengambil air
wudhu, bersujud di sepertiga malam adalah obat yang paling bisa menenangkan
hatinya saat ini. Sebuah rencana sudah tersusun dalam benaknya saat ini. Dona
tidak akan menyerah pada keadaan. Dia akan berjuang mencari tahu kebenaran yang
sesungguhnya.
==Bersambung==
Komentar
Posting Komentar