Episode 1
Praaaang………
Suara gelas yang jatuh
memecahkan keheningan. Seorang wanita muda dengan tangan tremor nampak berusaha
untuk menggapai gelas minum yang terbuat dari kaca tersebut. Namun dia tidak
kuasa memegangnya dengan erat hingga terjatuh. Matanya tertuju pada gelas yang
pecah tersebut, dengan berkaca-kaca lalu ia menangis. Wanita ini wajahnya
cantik dengan kulit kuning langsat dan hidung mancung serta lesung pipit yang
menekuk di kedua pipinya. Manis sekali seperti Maya Rumantir artis zaman
dahulu. Duduk di kursi roda dengan tangan yang terus bergetar. Perjalanan hidup
yang berat di umur yang masih usia muda telah menyebabkannya menjadi tak berdaya
seperti ini.
Tergopoh gopoh seorang
ibu paruh baya datang menghampiri dan dengan sigap memeluknya lalu
mendudukannya kembali di kursi roda denagn posisi lebih rapih. Ibu paruh baya tersebut membereskan gelas yang pecah
dengan sapu dan mengepel lantainya hingga bersih kembali seperti tidak ada sesuatu
yang terjadi.
“Neng Dona, maafkan bibi,”
ibu paruh baya itu lirih berkata sambil memeluk wanita muda yang ternyata
bernama Dona.
“Walau bibi tidak bisa menolong
neng hingga jadi seperti ini namun bibi berjanji akan merawat neng Dona sama
persis seperti ibu neng Dona dulu merawat bibi,” ujar wanita paruh baya
tersebut.
Dona meraung kencang,
tangannya menunjuk ke arah boneka kecil berbaju hitam berambut panjang diikat
pita putih. Bi Nenah, demikian nama ibu paruh baya tersebut mengikuti arah
tunjukkan tangan Dona. Ketika tahu apa yang diinginkan oleh Dona, Bi Nenah
sigap menenangkan Dona.
“Eling neng..eling…itu
boneka bukan anak neng Dona. Anak neng sudah tenang disisi Allah, bisik Bi
Nenah pada Dona.
Euugh…aaaa….aaaa…..Dona
meraung-raung ingin memeluk boneka tersebut.
Disaat seperti itu
seorang laki-laki tua menghampiri bersama dengan seorang laki laki muda yang
ditemani perempuan berjilbab lebar dan bergamis rapih. Bi Nenah mundur selangkah dan mempersilahkan
mereka menghampiri Dona. Dona menatap tajam pada ketiganya.
“Assalamualaikum Dona,”
sapa Laki-laki tua pada Dona
Dona tak menghiraukan
sapaannya. Matanya terus menatap ke arah boneka yang tersimpan di sudut kamar.
Laki-laki tua menoleh ke arah dua orang yang datang bersamanya. Seolah meminta
persetujuannya untuk memberikan boneka tersebut kepada Dona. Mereka berdua
mengangguk tanda setuju. Laki-laki tua tersebut lalu memberikan kode kepada Bi
Nenah agar memberikan boneka berbaju hitam itu pada Dona. Bi Nenah segera
mengambil boneka itu dan memberikannya kepada Dona. Dona meraung dan berteriak
teriak seolah tak sabar untuk mendekapnya. Sesaat setelah boneka itu didekap
olehnya, dia tertawa kencang sekali dan mendekap boneka itu erat-erat.
Laki-laki tua yang tidak
lain adalah ayah Dona lantas mempersilahkan kedua tamunya untuk beranjak ke teras
depan yang berhadapan dengan kolam ikan koi yang berwarna warni. Sang lelaki
muda membuka percakapan.
“Pak, bisa diceritakan
masa lalu Dona? Apa yang sudah menimpanya sehingga menjadi seperti saat ini?”
Ayah Dona menghela nafas
dan terdiam. Lama sekali dia diam dan tidak menjawab pertanyaan tersebut. Berkali-kali
dia menghembuskan nafas berat. Matanya memandang jauh ke ujung pagar di depan
rumah yang berhalaman luas tersebut. Seolah membuka sebuah gerbang cerita yang
akan mengalir saat itu.
“Ijinkan kami membuka
cerita lama anak bapa kembali pa, agar bisa kami terapi anak bapak,” timpal
perempuan muda yang tak lain adalah istri dari laki-laki muda yang pertama kali
bertanya pada ayah Dona.
“Baiklah, tidak diminta
pun akan saya ceritakan semuanya. Kalian adalah psikiater yang akan menangani
anak saya maka saya harus menceritakan semuanya tentang Dona kepada kalian,”
Sebuah cahaya putih
melesat dari ujung langit sebelah utara tepat di depan rumah membawa mereka kembali
kepada sebuah kisah lama.
==Bersambung==
Penasaraaaan
BalasHapus