Sebuah
penelitian di tahun 2011 yang dilakukan oleh Progress in International Reading
knowledge Study menunjukkan bahwa prestasi membaca siswa Indonesia sangat
rendah. Kemampuan membaca siswa Indonesia urutan ke 45 dari 49 negara yang
diteliti. Penelitian PISA terakhir di tahun 2018 menunjukkan bahwa skor rata-
rata Indonesia adalah 500 dan menempati peringkat 70 dari 78 negara. Meskipun
ada kenaikan pada hasil penelitian PISA di tahun 2019 yaitu di peringkat 62
namun jumlah negara yang diteliti berkurang hanya 70 negara. Artinya tetap saja
Indonesia menempati posisi di urutan bawah.
Mengapa
issu ini penting untuk diangkat? Karena hasil penelitian tersebut terkait erat
dengan kualitas SDM masyarakat Indonesia. Salah satu keterampilan berbahasa
yang penting dikuasai oleh seseorang adalah membaca. Berhubungan dengan
kegiatan membaca ini ada salah satu bagian yang tidak bisa dipandang sepele
yaitu memahami bacaan. Memahami bacaan artinya seseorang yang melakukan
kegiatan membaca tersebut dia mengerti dan memahami akan isi bacaan. Memahami
sebuah bacaan berarti seseorang melibatkan daya kritis kognitifnya dalam
berpikir serta mampu melakukan analisis terhadap bahan bacaan. Apabila
seseorang mempunyai pemahaman membaca yang rendah maka dia tidak akan bisa
menerapkan apa yang dibaca untuk kehidupan yang lebih baik. Jika ini berlaku
secara umum di masyarakat Indonesia maka akan menghasilkan masyarakat yang kurang
berkualitas dan akan sulit untuk bisa bersaing di percaturan global dunia.
Mengapa pemahaman baca di Indonesia rendah?
Menurut hemat saya penyebabnya adalah tingkat ekonomi masyarakat yang masih
banyak di tingkat menengah ke bawah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun
2021 adalah,50 juta. Berdasarkan data BPS daerah timur Indonesia merupakan
daerah penyumbang penduduk miskin. Menurut pemikiran saya, tingkat kemiskinan
berkolerasi dengan rendahnya pemahaman membaca. Jangankan untuk memikirkan biaya
sekolah dan belajar membaca serta membeli buku bahkan untuk mencukupi kebutuhan
pokok sehari- hari saja masih kesulitan. Sekolah dan membeli buku belum masuk
ke dalam kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masyarakat miskin di Indonesia.
Meskipun sekolah gratis karena ada dana BOS namun untuk menjangkau sekolah para
murid tersebut harus mengeluarkan biaya transportasi dan akomodasi. Biaya-
biaya tersebut yang seringkali tidak bisa terpenuhi oleh para orang tua.
Permasalahan kedua adalah masih rendahnya jumlah
buku yang diproduksi oleh negara Indonesia. Rasio nasional jumlah buku di
Indonesia yaitu,09 artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang penduduk Indonesia.
Harga buku yang masih tergolong mahal turut memberi andil dalam rendahnya
masyarakat Indonesia dalam membaca buku.
Perpustakaan
Sekolah di Indonesia masih minim. Bedasarkan data pokok pendidikan, jumlah
perpustakaan sekolah pada tahun 2020 adalah187.461 di Indonesia. Sementara,
sekolah berjumlah436.722. Sehingga bisa dikatakan bahwa masih banyak sekolah
yang belum mempunyai perpustakaan sekolah. Sementara perpustakaan adalah
jantung sekolah dalam kegiatan peningkatan minat baca. Minat baca yang tinggi
akan menambah kepahaman dalam membaca. Sementara perpustakaan sekolahnya tidak
memadai, bagaimana siswa akan bisa memahami bacaan dengan baik sedangkan
sarananya tidak tersedia? Sebuah pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk lebih
meningkatkan jumlah perpustakaan di sekolah seluruh Indonesia.
Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih
rendah. Menurut data hasil sensus 2020 seperti yang dilansir hariankompas.com
edisi 4 Februari 2021 hanya8.5 persen penduduk Indonesia yang mengenyam
pendidikan di perguruan tinggi. Jumlah terbanyak penduduk Indonesia adalah
lulusan SMP. Dari data tersebut bisa diartikan bahwa dari 273 juta penduduk
Indonesia hanya sebagian kecil bisa menamatkan sekolah pada perguruan tinggi.
Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia
berpendidikan di jenjang SMP. Dengan situasi seperti ini maka bisa dipahami jika
tingkat pemahaman membaca penduduk Indonesia masih rendah.
Pendidikan literasi belum menjadi prioritas di
sekolah- sekolah di Indonesia. Di luar negeri peran pustakawan
sangat penting dalam mengajarkan literasi informasi kepada para siswa. Mereka
terlibat langsung dalam pembelajaran berkolaborasi dengan practitioner.
Pendidikan literasi Informasi belum masuk ke dalam kurikulum pengajaran di
sekolah secara resmi. Hal ini bisa dimengerti karena keberadaan pustakawan di
sekolah- sekolah di Indonesia masih sangat kecil. Pemerintah belum ada
rekruitmen pustakawan di tingkat sekolah. Rata- rata perpustakaan dikelola oleh
staff tata usaha yang seringkali dipindah- pindah tugasnya tidak menetap dan
fokus bertugas di perpustakaan. Sehingga tidak heran jangankan untuk pendidikan
literasi bahkan sekedar untuk mempertahankan keberlangsungan kegiatan
perpustakaan pun menjadi pekerjaan rumah tersendiri.
Anda benar. Apalagi sekarang lagi tren konten dalam format video seperti YouTube, TikTok, IG.
BalasHapusTampaknya anak muda lebih suka menonton daripada membaca.